Lahan pertanian di Indonesia, termasuk di Prov. Sumatera Utara, ditengarai sudah mengalami gejala kelelahan tanah (fatigue soils) akibat kegiatan pertanian yang berlebihan dan mengabaikan kesehatan tanah. Hasil eksploitasi tanah ini membuat petani harus menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang lebih tinggi, namun peningkatan hasil panen sering tidak sesuai dengan yang diharapkan. Disebutkan oleh para ahli kesuburan tanah bahwa terdapat potensi kehilangan unsur hara pupuk yang mencapai lebih dari 80% pada aplikasi pupuk kimia di tanah yang lelah ini. Ketidak-efisienan penggunaan pupuk ini disebabkan oleh kemampuan partikel tanah untuk mengikat unsur hara pupuk yang rendah pada tanah-tanah yang rendah bahan organiknya, sehingga unsur hara mudah hilang terikut proses pencucian (leaching) oleh air hujan. Lebih lanjut, di tanah berkadar liat tinggi, unsur pupuk fosfat (P) yang diaplikasikan akan terikat kuat oleh partikel liat, sehingga menjadi tidak tersedia atau tidak dapat diserap oleh akar tanaman. Dengan demikian dampak aplikasi pupuk dengan biaya yang besar sering tidak selaras dengan harapan petani untuk hasil produksi tanaman. Persoalan ini masih ditambah dengan harga pupuk yang terus meningkat dan ketidaktersediaan pupuk subsidi bagi petani.
Pemupukan berimbang dengan penggunaan pupuk organik dan hayati, selain pupuk kimia, sangatlah penting diketahui oleh para petani untuk memperoleh produktivitas dan mutu hasil tanaman yang baik. Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia (WBI) telah turut membantu melakukan edukasi dan promosi penggunaan pupuk hayati kepada petani di beberapa desa di Sumut selama 2 tahun terakhir. Beberapa penelitian dan demontrasi plot (demplot) tanaman telah dan sedang dilakukan untuk membuktikan pengaruh positif penggunaan pupuk organik dan hayati ini terhadap produktivitas tanaman hortikultura. Dengan upaya ini diharapkan para petani akan tergerak untuk menggunakan pupuk organik dan hayati secara rutin pada lahan pertaniannya, agar proses remediasi atau penyehatan lahan pertanian dan peningkatan produktivitas tanaman dapat terwujud. Upaya ini juga sesuai dengan target Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kondisi tanah pertanian dengan kandungan bahan organik 2% minimum. Saat ini kandungan rata-rata bahan organik tanah di Indonesia hanya sebesar 1,66%.
Politeknik WBI bekerjasama dengan Politeknik Negeri Medan telah melakukan penelitian dan membuat proyek contoh pembuatan pupuk organik dan hayati di Desa Pematang Tobat, Kab. Batubara melalui Program Katalis Kemitraan Berdikari yang didanai oleh LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Dari hasil penelitian telah didesain mesin pencacah limbah biomassa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) serta mikroba campuran yang telah diformulasi agar sesuai untuk mendegradasi cacahan TKKS yang mengandung serat sangat tinggi, dan kemudian diperkaya dengan mikroba-bermanfaat yang sudah terseleksi untuk meningkatkan ketersediaan dan penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Dengan unit produksi pupuk hayati (UPPH) ini diharapkan petani dapat menghasilkan pupuk organik sekaligus hayati sendiri menggunakan bahan baku limbah yang berasal dari lahan pertanian sekitar mereka. Diketahui bahwa banyak petani tanaman pangan dan hortikultura di Kab. Batubara, sementara banyak juga kebun dan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan limbah TKKS yang belum dimanfaatkan secara optimal. Banyak petani sawit juga melakukan tumpang sari di lahannya dengan menanam tanaman hortikultura sebagai tanaman sela di antara tanaman sawit, seperti cabai, jahe, dan terong.
Ketua tim periset, Dr. Jenny Elisabeth dari Politeknik WBI, menjelaskan lebih lanjut bahwa UPPH ini dikonsepkan menjadi unit bisnis bagi BUMDes ataupun kelompok petani untuk menjadi produsen sekaligus distributor pupuk organik dan hayati yang diproduksi dengan menggunakan bahan limbah biomassa lokal. Selama ini petani di Kab. Batubara hanya tergantung pada pupuk kimia dan belum banyak yang menggunakan pupuk organik apalagi pupuk hayati. Dengan konsep UPPH di setiap desa, maka kemandirian pupuk organik sekaligus pupuk hayati dapat dicapai oleh setiap desa. Dengan demikian produktivitas tanaman dan kesehatan tanah pertanian dapat meningkat sesuai dengan bukti dari banyak hasil penelitian pemupukan berimbang sebelumnya. Penggunaan pupuk organik dan hayati juga dapat mengurangi jumlah penggunaan pupuk kimia hingga 50%, sehingga ketergantungan petani terhadap pupuk kimia akan berkurang dan ujungnya akan mengurangi impor pupuk kimia di Indonesia. Berita Selengkapnya